UGM Batalkan Sewa Gedung Launching Buku Jokowi’s White Paper Roy Suryo Cs

Universitas Gadjah Mada (UGM) kembali menjadi angkaraja sorotan publik setelah kabar pembatalan penyewaan gedung untuk acara peluncuran buku bertajuk “Jokowi’s White Paper” yang digagas oleh mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, Roy Suryo, bersama sejumlah tokoh lainnya. Keputusan ini menimbulkan beragam reaksi, mulai dari pertanyaan mengenai alasan di balik pembatalan, hingga spekulasi adanya tekanan politik yang memengaruhi keputusan pihak kampus.

Latar Belakang Buku Jokowi’s White Paper

Buku Jokowi’s White Paper disebut-sebut sebagai karya yang memuat kritik, analisis, serta rangkuman catatan terhadap kepemimpinan Presiden Joko Widodo selama menjabat dua periode. Roy Suryo bersama beberapa akademisi dan tokoh masyarakat menyusun buku ini dengan tujuan memberi pandangan objektif sekaligus evaluasi atas jalannya pemerintahan Jokowi dari berbagai aspek, termasuk politik, ekonomi, hukum, hingga sosial-budaya.

Peluncuran buku ini awalnya direncanakan berlangsung di salah satu gedung pertemuan milik UGM di Yogyakarta. UGM dipilih karena dianggap sebagai pusat intelektual sekaligus simbol kebebasan akademik di Indonesia. Namun, rencana tersebut mendadak batal setelah pihak universitas menyatakan penolakan penyewaan gedung untuk kegiatan tersebut.

baca juga: 32-pendaki-gunung-bawakaraeng-saat-hut-ri-alami-hipotermia-1-orang-tewas

Alasan Pembatalan dari Pihak UGM

Menurut keterangan resmi, UGM berdalih bahwa pembatalan penyewaan gedung dilakukan karena acara tersebut dinilai berpotensi menimbulkan kegaduhan dan bisa menyeret nama universitas dalam pusaran politik praktis. Sebagai institusi pendidikan, UGM ingin menjaga netralitas dan menghindari penyalahgunaan fasilitas kampus untuk kegiatan yang bernuansa politis.

Meski demikian, pihak penyelenggara merasa alasan tersebut kurang tepat. Pasalnya, peluncuran buku dinilai sebagai bagian dari kebebasan berekspresi dan diskusi intelektual yang seharusnya tidak dihalangi.

Reaksi dari Roy Suryo dan Tim

Roy Suryo menyayangkan keputusan pembatalan tersebut. Ia menilai UGM seharusnya tetap membuka ruang bagi kegiatan ilmiah dan diskusi kritis, apalagi buku yang diluncurkan bukan sekadar karya populer, melainkan hasil kajian akademik yang bisa memperkaya wacana publik.

“Ini bukan soal politik praktis, melainkan soal literasi dan pertanggungjawaban moral terhadap perjalanan bangsa,” ujar Roy dalam salah satu pernyataannya. Ia menambahkan bahwa pembatalan di UGM tidak akan menghentikan niat mereka untuk meluncurkan buku, karena acara akan tetap digelar di tempat lain.

Spekulasi Tekanan Politik

Di tengah ramainya pemberitaan, muncul dugaan bahwa pembatalan acara di UGM tidak murni karena pertimbangan internal kampus. Beberapa pengamat menilai ada kemungkinan intervensi pihak eksternal yang merasa keberatan dengan isi buku tersebut. Buku Jokowi’s White Paper memang diketahui berisi sejumlah kritik tajam terhadap pemerintahan Jokowi, sehingga dianggap berpotensi memicu kontroversi.

Namun hingga kini, belum ada bukti konkret yang menunjukkan adanya tekanan politik langsung kepada UGM. Pihak universitas tetap bersikeras bahwa keputusan tersebut diambil semata-mata demi menjaga ketertiban dan citra kampus.

Dukungan terhadap Kebebasan Akademik

Kasus ini kembali memunculkan perdebatan mengenai batasan kebebasan akademik di Indonesia. Banyak kalangan akademisi, mahasiswa, hingga aktivis menilai pembatalan ini sebagai bentuk kemunduran dalam menjaga iklim demokrasi di kampus.

Beberapa pengajar bahkan menekankan bahwa kampus justru harus menjadi ruang paling terbuka bagi diskusi kritis, meski topiknya sensitif. Menutup ruang diskusi dianggap hanya akan mempersempit kebebasan berpikir dan bertentangan dengan semangat pendidikan tinggi.

Rencana Alternatif Peluncuran Buku

Setelah batal di UGM, tim penyelenggara berupaya mencari lokasi alternatif. Beberapa opsi seperti hotel, gedung komunitas, hingga ruang publik di Yogyakarta maupun Jakarta sedang dipertimbangkan. Roy Suryo sendiri memastikan bahwa peluncuran buku tetap akan dilakukan sesuai jadwal, meski tempatnya berubah.

Ia juga menegaskan bahwa pembatalan ini justru menambah perhatian publik terhadap buku tersebut. Banyak pihak yang awalnya tidak tahu tentang Jokowi’s White Paper kini menjadi penasaran untuk mengetahui isinya.

Penutup

Kasus pembatalan peluncuran buku Jokowi’s White Paper di UGM membuka perdebatan panjang mengenai netralitas kampus, kebebasan akademik, serta keterbukaan ruang diskusi di Indonesia. Apakah keputusan UGM murni untuk menjaga nama baik universitas, atau ada pengaruh lain di baliknya, masih menjadi tanda tanya.

Yang jelas, peluncuran buku ini tetap akan berlangsung di tempat lain, dan kontroversi yang menyertainya justru semakin memperbesar sorotan publik. Dalam konteks demokrasi, peristiwa ini bisa menjadi momentum refleksi: sejauh mana bangsa Indonesia siap menerima kritik, bahkan ketika ditujukan kepada seorang presiden yang telah memimpin selama dua periode penuh.

sumber artikel: www.xfsuf.com

By admin

Related Post